Peran Vital Ilmu dalam Proses Bertobat

Posted by : wartajab Juni 20, 2025

Penulis: Ustad Triyoga AK,S.Ag

Di bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa prosedur pertama untuk mencapai derajat taubatan nasuha (semurni-murninya tobat) itu adalah dengan meninggalkan segala bentuk keharaman. Maka di bab ini penulis akan coba mengkaji prosedur berikutnya dalam bertobat, yaitu “gigih dalam mencari dan menambah ilmu agama.”

Pada prosedur kedua ini telah muncul kesadaran (consciousness) pada para pelaku tobat bahwa ilmu agama adalah wasilah dan mentor (counselor) utama bagi proses bertobat itu sendiri. Tanpa ilmu, proses bertobat bisa menemui jalan buntu (deadlock) dan rentan menimbulkan feeling frustrated (rasa frustasi). Karena itu para pelaku tobat itu akan tampak bersemangat dalam mengejar ilmu, dan lalu memberi ruang lebih luas kepada hatinya untuk menampung pancaran nur hidayah yang bakal datang.

Tahapan demi tahapan akan ditempuhnya dalam thalabul ilmi. Hidayah demi hidayah akan datang menghujam hatinya. Mereka juga akan berada pada situasi kesadaran total bahwa jika Allah menghendaki seseorang baik, maka diberilah dia pemahaman agama (fayufaqqihu fid diin), dibukakan hijab hatinya dan ditunjukkan aib-aib dirinya. Bahkan dia juga dibuat sibuk oleh Allah untuk urusan ibadah dan amal salih. Tubuhnya seakan dikurung sehingga sangat sedikit kesempatan untuk berpaling kepada kemanisan dunia.

Siapa yang Allah kehendaki baik? Yaitu para hamba yang bersegera (mubadarah) ‘menumpahkan’ air matanya dalam tobat — return kepada jalan Allah setelah sekian lama tercerai berai dalam gelimang kemaksiatan dan dosa. Bukan kepada hamba yang stagnan dalam kelalaiannya, yang pada akhirnya malah terperosok kepada kelompok manusia yang Rasulullah saw sebut sebagai “orang yang menunda-nunda tobat.” Sungguh sangat dikhawatirkan, karena hingga ajal menjemput, orang yang gemar menunda tobatnya ini akan Allah tutup hatinya hingga tidak ada celah lagi untuk bertobat.

Orang yang tidak mubadarah (bersegera) kepada tobat ini dipastikan akan menghadapi dua bahaya yang serius. Pertama: kegelapan akan kian bertumpuk pada hatinya dari perbuatan maksiat, sehingga menjadi penutup dan tabiat yang permanen alias tidak bisa berubah. Kedua: sakit atau kematian akan segera menghampirinya. Sementara dia tidak ada lagi waktu untuk menghapus dosanya. Rasulullah saw pernah mengingatkan: “Sesungguhnya kebanyakan teriakan penghuni neraka itu adalah dari penundaan.”

Orang tahu bahwa setiap perbuatan baik adalah penghapus dosa, namun dia menunda untuk berbuat baik. Dia juga sadar bahwa bersedekah bisa meredam murka Allah dan sekaligus sebagai penggugur (kifarat) dosa-dosa, namun dia menunda-nundanya dan malah memilih berstatus bakhil. Dia sangat paham bahwa kesehatan adalah nikmat besar yang harus dimanfaatkan untuk beribadah, namun dia menunda-nunda dengan menganggap hidup masih terlalu panjang untuk disia-siakan.

Orang juga sering mendengar nasehat bahwa setiap langkah kaki yang berjalan menuju majlis-majlis ilmu adalah perangkat matic yang bisa merontokkan gumpalan dosa, namun dia mencibirnya, dan bahkan tak jarang mendiskreditkan tempat-tempat mulia itu dengan menjadikannya sebagai konsumsi canda tawanya.

Sesekali bisa jadi juga terbersit dalam pikiran seseorang tentang firman Allah: “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illa liya’buduun,” (dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku), namun dia menunda-nunda untuk memahaminya lebih mendalam, dan malah memilih menyibukkan diri dengan urusan dunia dan membuatnya lalai dari mengingat-Nya.

Satu hal yang harus dipahami bahwa hidayah itu tidak datang dengan cuma-cuma. Mendapatkan hidayah atau tidak adalah pilihan hamba. Karena itu seseorang harus rajin menjemput ‘bola’ hidayah itu. Bukan menunggu dengan pasif atau bahkan menyia-nyiakannya. Caranya adalah dengan gigih menimba ilmu tadi.

Dengan kegigihan dan keistiqamahannya, maka seseorang akan berpotensi menjadi hamba yang Allah kehendaki baik. Sejurus kemudian, Allah akan melemparkan ‘bola’ berikutnya yaitu taufiq (kekuatan untuk bisa menjalankan hidayah). Manifestasinya adalah semakin rajin dan khusu’ dalam beribadah, semakin keranjingan dalam taqarrub ilallah, semakin giat beramal salih, semakin lembut perangainya dan semakin bagus akhlaqnya.

Jadi, ilmu adalah kunci yang dapat membuka pintu kesadaran total yang meresap ke relung batin seseorang. Maka tanpa disadari, ilmu itu telah menjadi cahaya yang menuntunnya dari tempat yang gelap menuju tempat yang terang benderang, dari keterpurukan kenuju kejayaan, dari kegelisahan menuju ketenangan dan dari kebangkrutan menuju keberuntungan.

Karena itu, dalam proses bertobat, ilmu harus terus diburu, diasah dan diamalkan agar semakin menambah benderangnya cahaya di dalam hati. Semakin berkilau maka akan semakin cepat memunculkan butiran-butiran hikmah dan Rahmat Allah SWT, serta semakin menambah kesejukan dan kelapangan ruang jiwanya. Maka jelas, tidak ada taubatan nasuha sebelum terjadi proses 3 P, yaitu pencarian, pematangan dan pemantaban ilmu.

Adanya firman Allah: “Bertobatlah kamu kepada Allah dengan semurni-murninya tobat,” maka secara implisit terkandung makna bahwa bertobat itu tidak cukup hanya berhenti pada penyesalan dosa. Akan tetapi harus berlanjut pada proses 3 P tadi dengan semangat juang tinggi.

Dengan ilmu maka tobat akan mencapai kesempurnaan dan kesejatiannya, yaitu bertobat dengan penuh keikhlasan, sehingga tidak ada lintasan untuk kembali kepada lubang dosa yang lama. Dengan ilmu, maka orang akan bertobat dengan hati penuh khauf (takut), raja (harap) dan qana’ah (menerima).

Dengan ilmu pula, bertobat akan mampu mengubah diri seseorang menjadi lebih baik, lebih alim dan lebih saleh. Juga dengan ilmu, orang bertobat akan terdorong untuk terus meningkatkan amal-amal kebaikan. Al-hasil, ilmu akan mengantarkan orang yang bertobat kepada totalitas hijrah dari kebiasaan buruk kepada kebiasaan mulia dan terpuji.

Sungguh, itulah jalan terbaik yang dikehendaki oleh Allah SWT. Itulah jalan menuju pintu-pintu surga. Namun harus disadari bahwa jalan ke surga itu terjal, berliku-liku, penuh duri dan sandungan. Tidak ada orang beriman merasa aman dan bebas dari ujian. Tidak ada ahli ibadah yang merasa nyaman dan bangga dengan ibadahnya. Tidak ada orang bertaqwa tersenyum puas dengan ketaqwaannya. Tidak ada orang yang bersih hatinya selain mampu menepis segala bisikan buruk yang melintas di qalbunya.

Namun ilmu mampu menjawab semua kerumitan itu. Rasulullah saw bersabda:

“…Man salaka thariqan yaltamisu fiihi ‘ilman sahalallahu lahu thariqan Ilal jannatu,” (…Barang siapa meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga).

Dalam hadits yang lain Rasulullah malah menyebut keutamaan ilmu yang sangat luar biasa jika dibandingkan dengan amalan ibadah lainnya. Sabda beliau:

“Membaca al-qur’an adalah amalannya orang yang berkecukupan, shalat adalah amalannya orang yang lemah, puasa adalah amalannya orang faqir, bertasbih adalah amalannya kaum wanita, sedekah adalah amalannya orang dermawan, dan merenung adalah amalannya orang yang kekurangan. Maukah kalian aku kasih tahu amalannya pahlawan? Rasulullah melanjutkan, yaitu mencari ilmu. Maka sesungguhnya ilmu adalah cahaya bagi orang mukmin di dunia dan akherat.” (Hadits ke-4 dalam kitab Usfuriyah).

Tegas sekali: ilmu adalah amalannya pahlawan, karena ilmu adalah cahaya bagi mukmin di dunia dan akherat. Dengan berbekal ilmu maka dunia akan terasa mudah, karena ilmu akan menerangi setiap sudut gelap dunia ini. Ilmu akan menjadi cahaya bagi setiap ‘musafir’ yang mencari keteduhan. Ilmu juga akan menuntun ‘orang-orang buta’ yang ingin melihat fenomena kedahsyatan alam yang penuh dengan rahasia ilahy. Ilmu pula yang akan menjadi asbab benderangnya cakrawala angkasa bagi orang-orang yang mau menggunakan akalnya.

Dengan ilmu pula, jalan seterjal dan segelap apapun ke surga akan dapat terlampaui dengan mudah. Sebab, sebagai cahaya, ilmu akan mengantarkan seseorang pada jalan makrifatullah (jalan untuk mengenal Allah). Namun tentu saja jalan itu membutuhkan syarat kebersihan dan kejernihan hati. Karena itu ilmu yang benar adalah ilmu yang dapat memberikan atsar (bekas) yaitu dimensi penyucian diri —yang secara lahiriyah— mencakup kotoran, najis dan kemaksiatan, —dan secara batiniyah— mencakup kemusyrikan, kefasikan, kedengkian, kesombongan, kerakusan, ujub, riya’ dan lain-lainnya.

Maka dengan ilmu, sempurnalah tobat seseorang. Dia masuk katagori orang yang Allah tinggikan derajatnya, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Mujadalah ayat 11:

Yarfa’illaahul ladziina aamanu minkum walladziina uutul ‘ilma darajaatin,” (Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat).

Wallahu a’lam bish shawab

 


Ustadz Triyoga AK, S.Ag., adalah pimpinan Majlis Taklim Hubban Lil Iman, Cilangkap, Kota Depok, Jawa Barat. Majlis ini mengusung jargon: Mengisi Hati dengan Dzikir dan Thalabul Ilmi dan  misi: Amar ma’ruf Nahi Munkar (mengajak kebaikan dan menghindari kemungkaran). Aktivitas:

  1. Pengajian rutin setiap Rabu malam Kamis (dzikir sadzili dan kajian ilmu agama)
  2. Pemberian santunan kepada anak yatim dan kaum dhuafa
  3. Menggelar tabligh akbar di setiap momen hari besar Islam
  4. Pembiayaan pendidikan kepada anak kurang mampu dan anak yatim ke sekolah berbasis Islam seperti pesantren
  5. Rencana ke depan, memberangkatkan para guru ngaji dan marbot masjid ke tanah suci (haji dan umroh)

Informasi:  (WA)  081219201911

Channel YouTube: Hubban TV

RELATED POSTS
FOLLOW US