Dalam panggung megah perfilman Indonesia, PARFI ibarat sebuah orkestra yang memadukan berbagai instrumen seni peran. Namun, alih-alih melantunkan harmoni yang memukau, suara sumbang justru kerap terdengar akibat nada-nada yang tidak selaras.
Perseteruan lama seperti antara Dicky Zulkarnaen dan Ratno Timoer pernah menciptakan nada minor yang mengguncang keseimbangan melodi organisasi ini. Konflik-konflik lain yang mewarnai perjalanan PARFI menunjukkan bahwa gesekan bukanlah hal baru dalam tubuh organisasi yang mewadahi insan perfilman Tanah Air ini.
Namun, seperti halnya orkestra yang ingin tampil sempurna, penyelarasan nada menjadi kunci utama. Saat ini, Parfi di bawah kepemimpinan Alicia Djohar, sebagai Ketua umum Dan Gusti Randa, SH sebagai Sekum,berdiri di atas pondasi hukum yang sah dan diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM. Perjalanan yang tidak mudah, namun telah melalui berbagai dinamika untuk menjaga keutuhan simfoni perfilman Indonesia.
Mereka yang masih memainkan nada berbeda, sudah saatnya berbesar hati dan menyelaraskan diri. Memilih untuk terus menciptakan benang kusut hanya akan mengacaukan partitur dan merusak harmoni yang seharusnya bisa menjadi alunan indah karya seni.
April 2025 nanti, PARFI akan menggelar kongres pemilihan Ketua Umum yang baru. Inilah panggung yang tepat untuk menyuarakan visi dan misi. Saatnya generasi muda dengan semangat baru mengambil tongkat konduktor dan memimpin orkestra ini ke arah yang lebih baik.
Mari dukung kongres ini dengan elegan, tanpa perlu menciptakan gaduh yang hanya melahirkan perpecahan. Gerakan Anda untuk turut serta dalam kongres adalah wujud cinta pada PARFI. Bersama, kita bisa menyelaraskan nada-nada yang berserakan, menjadikannya simfoni megah yang mengangkat derajat perfilman Indonesia di mata dunia.
PARFI sudah saatnya berbenah, meninggalkan nada sumbang masa lalu dan melangkah dengan komposisi baru yang lebih harmonis dan penuh karya.
(Witaka)
