Pencarian Terakhir di Negeri Langit

Posted by : wartajab Januari 26, 2025

 

Oleh Rissa Churria

Setelah berhasil memperoleh Kunci Terakhir dari Negeri Bayangan, Mira, Arya, dan Nara, dan kini bersiap melanjutkan perjalanan mereka ke Negeri Langit, tempat di mana bintang-bintang berpijar dan awan berarak dengan indah. Legenda menyebutkan bahwa di Negeri Langit, terdapat Kristal Harapan, sebuah artefak yang dapat mengubah nasib, bahkan mengubah jalannya waktu. Namun, untuk mencapainya, mereka harus menghadapi tantangan yang jauh lebih besar, di mana langit bisa menjadi kawan sekaligus musuh.

Dengan Kunci Terakhir di tangan, mereka memutuskan untuk mencari Pintu Langit yang terletak di tepi tebing yang curam. Kabut tipis menyelimuti jalur menuju pintu itu, menciptakan suasana magis yang menakutkan sekaligus menawan. Saat mereka mendekati tebing, sebuah suara lembut terdengar, seolah berasal dari angin.

“Apakah kalian benar-benar yakin ingin memasuki Negeri Langit?” tanya suara itu.

“Perjalanan ini tidak akan mudah, dan bukan untuk sembarang petualang.”

“Ya, kami telah melalui banyak rintangan. Kami tidak akan mundur.” jawab Arya tegas.

“Baiklah, jika kalian ingin melanjutkan, ikuti jalur ini. Tapi ingat, tidak semua yang terlihat indah di Negeri Langit adalah kebenaran.” Suara itu menjawab setelah terdiam sejenak.

Ketiga saudara itu menatap satu sama lain, merasakan ketegangan di udara. Namun, semangat mereka tak pernah padam. Mereka melanjutkan perjalanan dengan langkah mantap, menghadapi badai angin yang semakin kencang.

Setelah beberapa jam berjalan, mereka tiba di sebuah dataran tinggi yang dipenuhi bunga-bunga berwarna-warni dan pepohonan yang menjulang tinggi. Namun, ketika mereka melihat lebih dekat, mereka menyadari bahwa bunga-bunga itu tampak hidup, seolah-olah mengawasi setiap gerakan mereka.

“Apa yang terjadi di sini? Mengapa bunga-bunga ini sepertinya tidak biasa.” Nara berbisik.

“Jangan sentuh apapun sebelum kita tahu lebih lanjut,” Mira mengingatkan.

“Kita tidak tahu apakah ini bagian dari tipu muslihat.”

Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul sekelompok Peri Langit. Mereka memiliki sayap berkilau yang memancarkan cahaya lembut, tetapi wajah mereka terlihat marah. Salah satu peri melangkah maju, matanya menyala dengan ketidakpuasan.

“Siapa kalian yang berani menginjakkan kaki di tanah kami?” tanya peri itu dengan suara tajam.

“Ini adalah tanah suci, dan kalian bukanlah tamu yang diundang.” Kata peri yang lain.

“Kami hanya pencari,” jawab Nara

“Kami mencari Kristal Harapan. Kami tidak berniat mengganggu.” Lanjut Nara berusaha tenang.

Kristal Harapan? Itu bukan untuk orang sembarangan. Kalian harus membuktikan bahwa kalian layak untuk memilikinya.” Peri itu tersenyum sinis setelah mengatakan hal yang sama dengan penjaga-penjaga yang pernah di temui oleh ketiga saudara itu sebelumnya.

Tanpa peringatan, peri itu mengangkat tangannya, dan tanah di sekitar mereka mulai bergetar. Bunga-bunga yang semula indah tiba-tiba berubah menjadi makhluk-makhluk menyeramkan yang menyerang mereka.

“Ayo bertarung!” Arya berteriak, menghunus pedangnya.

Pertarungan dimulai, bunga-bunga raksasa berusaha menjepit mereka dengan batangnya yang kuat. Arya, Nara, dan Mira bergerak lincah, mencoba untuk tidak terjebak. Arya melawan makhluk bunga dengan serangan bertubi-tubi, sementara Nara dan Mira bekerja sama untuk menjatuhkan satu makhluk yang lebih besar.

Namun, meskipun mereka berjuang dengan sekuat tenaga, makhluk-makhluk itu terus berdatangan. Sekali lagi, mereka merasa terjebak dalam pertempuran yang tidak ada ujungnya.

“Bagaimana kita bisa mengalahkan mereka?” Mira berteriak, terengah-engah.

“Kita harus mencari cara untuk menjinakkan mereka!” Arya menjawab.

“Peri ini ingin menguji kita, jadi mungkin kita bisa menemukan titik lemah mereka!”

Nara mengangguk. “Aku punya ide. Kita harus bersatu dan mengarahkan kekuatan kita pada satu makhluk besar.”

Dengan koordinasi yang baik, ketiga saudara itu berlari menuju makhluk bunga terbesar yang sedang bergerak ke arah mereka. Arya menyerang dari depan, sementara Nara dan Mira mengelilinginya dari samping. Dalam satu gerakan terkoordinasi, mereka melancarkan serangan gabungan yang kuat.

Makhluk itu bergetar hebat, sebelum akhirnya tumbang ke tanah. Ketika makhluk itu jatuh, keindahan bunga kembali terlihat, seolah-olah kutukan yang mengubahnya telah terangkat.

Melihat ini, peri-peri lain terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Peri pemimpin itu mendekat, matanya berbinar-binar dengan kekaguman.

“Kalian… kalian berhasil.”

“Apakah itu berarti kami bisa mencari Kristal Harapan?” tanya Mira.

“Ya,” jawab peri itu, nada suaranya sekarang lembut.

“Namun, untuk mencapainya, kalian harus melewati Jembatan Awan, jembatan yang terbuat dari awan halus. Hanya mereka yang memiliki keberanian yang dapat melintasinya.”

Setelah mendapatkan persetujuan dari peri, mereka melanjutkan perjalanan ke Jembatan Awan. Jembatan itu terlihat megah, membentang di antara dua tebing tinggi, terbuat dari awan putih yang lembut.

Saat mereka melangkah ke jembatan, tiba-tiba, angin kencang berhembus, menggoyang mereka. Nara, yang paling kecil, hampir terjatuh.

“Pegang tanganku!” Arya berteriak, mengulurkan tangannya.

Kita harus bergerak cepat!” Mira cepat-cepat menarik Nara agar tetap berdiri.

Semua ini adalah bagian dari ujian.” Dia menatap ke depan, merasakan ketegangan.

Mereka melangkah maju, tetapi setiap langkah terasa berat. Angin semakin kencang, dan awan mulai bergetar, menciptakan ilusi seolah-olah jembatan itu mulai runtuh. Setiap kali mereka menginjakkan kaki, awan akan menghilang dan muncul kembali.

“Mari kita bersatu!” Arya berteriak.

“Jangan biarkan angin memisahkan kita!” lanjutnya bersemangat.

Dengan kekuatan dan keberanian, mereka melangkah bersama, saling memegang tangan. Angin berusaha memisahkan mereka, tetapi berkat keteguhan hati, mereka terus melangkah. Mereka berhasil melewati Jembatan Awan, dan saat mereka menginjakkan kaki di tanah yang kokoh di ujung jembatan, mereka menyadari bahwa mereka telah melalui salah satu ujian terberat dalam perjalanan mereka.

Ketika mereka sampai di sisi lain, sebuah pemandangan yang menakjubkan terbentang di depan mereka: sebuah danau biru yang berkilau, di tengahnya berdiri Kristal Harapan, bercahaya memancarkan aura kehangatan. Kristal itu tampak seolah-olah dipuja oleh sinar matahari dan bulan yang bersatu.

“Kita berhasil!” seru Arya dengan gembira.

“Tapi ingat, Kristal Harapan bukan hanya untuk diambil. Kita harus membuktikan bahwa kita layak,” Mira mengingatkan.

Mereka melangkah maju, tetapi sebelum mereka bisa mendekati Kristal, suara berat terdengar dari langit.

“Siapa yang berani mendekati Kristal Harapan?” Suara itu menggema.

Sosok raksasa muncul dari balik awan. Sosok itu adalah Penguasa Langit, makhluk yang menjaga Kristal dan menantang siapa pun yang ingin menguasainya.

“Untuk mengambil Kristal ini, kalian harus melewati tantangan terakhir,” kata Penguasa Langit dengan nada menakutkan.

“Kalian harus menunjukkan keberanian dan hati yang murni.” Kalimat pengingat itu kembali terdengar.

“Apapun tantangannya, kami siap!” Arya menegaskan.

Penguasa Langit mengangguk. “Baiklah. Tantangannya adalah: kalian harus masing-masing mengungkapkan harapan terbesar kalian. Dan jika harapan itu tulus, Kristal Harapan akan menjadi milik kalian.”

Masing-masing dari mereka menatap satu sama lain, merasakan ketegangan yang mengalir di udara. Setelah beberapa saat berpikir, Mira melangkah maju.

“Aku berharap untuk melindungi orang-orang yang aku cintai dan memberikan kebahagiaan bagi mereka,” ungkapnya dengan tulus.

Selanjutnya, Arya menuturkan harapannya. “Aku berharap untuk menjadi kuat bukan hanya secara fisik, tetapi juga untuk melindungi semua yang lemah di sekitarku.”

“Aku berharap untuk bisa menemukan kekuatan dalam diriku dan tidak lagi bergantung pada orang lain, agar aku bisa menjadi yang terbaik dari diriku sendiri.” Akhirnya, Nara mengungkapkan harapannya.

Setelah mengungkapkan harapan masing-masing, suasana di sekeliling mereka mulai bergetar. Kristal Harapan bersinar semakin terang.

 

PENULIS

Rissa Churria adalah pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis kemanusiaan, pemerhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), pengelola Rumah Baca Ceria (RBC) di Bekasi, anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI), saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, sudah menerbitkan 7 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku antologi kontempelasi, serta lebih dari 100 antologi bersama dengan para penyair lainnya, baik Indonesia maupun mancanegara. Rissa Churria adalah anggota tim digital dan siber di bawah pimpinan Riri Satria, di mana tugasnya menganalisis aspek kebudayaan dan kemanusiaan dari dunia digital dan siber.

RELATED POSTS
FOLLOW US