Khalwat Karya Sofyan RH Zaid: Satu dari Lima Buku Terbaik di Festival Sastra Internasional Gunung Bintan 2024

Posted by : wartajab September 11, 2024

Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSIGB) 2024 menjadi salah satu ajang paling bergengsi yang dinantikan oleh para penggiat sastra. Dalam festival ini, karya-karya dari berbagai negara dikurasi secara ketat untuk menonjolkan kualitas terbaiknya. Salah satu buku puisi yang terpilih menjadi bagian dari lima karya terbaik adalah Khalwat, karya penyair Indonesia Sofyan RH Zaid.

Khalwat: Puisi Perenungan dalam Kesunyian

Khalwat menawarkan perenungan mendalam dari perjalanan batin Sofyan RH Zaid. Dalam bahasa Arab, “khalwat” berarti kesunyian atau kontemplasi, sebuah momen ketika seseorang berinteraksi dengan dirinya sendiri dan semesta. Melalui puisinya, Sofyan membawa pembaca memasuki ruang introspeksi, menggali pertanyaan eksistensial, dan menemukan hubungan antara manusia dengan Tuhan.

Setiap bait puisi dalam Khalwat tidak hanya sekadar memancarkan keindahan bahasa, tetapi juga menghadirkan ruang spiritual bagi pembacanya. Ini adalah kekuatan besar yang dimiliki Sofyan dalam menyusun kata-kata yang sederhana namun sarat makna, yang pada akhirnya membimbing pembaca menuju pencerahan batin.

Pandangan Riri Satria: Puisi sebagai Penjaga Peradaban

Riri Satria, Ketua komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), menyampaikan bahwa puisi meskipun tidak langsung berdampak pada peningkatan ekonomi, tetap memiliki peran vital dalam sejarah dan perkembangan peradaban manusia. Menurutnya, Khalwat adalah contoh karya sastra yang tidak hanya indah secara artistik, tetapi juga bertindak sebagai penjaga nilai-nilai luhur di tengah arus kemajuan teknologi.

“Puisi tidak secara langsung meningkatkan ekonomi atau menemukan obat baru, tetapi ia adalah penentu tidak langsung peradaban manusia,” ujar Riri dalam forum diskusi. Menurutnya, dalam konteks sejarah, karya sastra seperti puisi sering kali mengawal perubahan sosial yang besar, seperti yang terjadi di Inggris pada masa revolusi dengan puisi dan novel yang memengaruhi cara berpikir masyarakat.

Ia menyebut contoh karya sastra seperti Paradise Lost karya John Milton dan Gulliver’s Travels karya Jonathan Swift yang menginspirasi kesadaran kritis terhadap sistem sosial dan politik zamannya. Menurut Riri, Khalwat juga berpotensi memicu kesadaran baru dalam masyarakat, terutama di tengah perkembangan dunia digital yang semakin pesat.

Bang Khoir dan Tafsir Puisi Spiritual

Bang Khoir, salah satu narasumber dalam diskusi, memberikan ulasan mendalam tentang Khalwat dari perspektif spiritual. Ia menyebut bahwa puisi Sofyan RH Zaid lahir dari suasana batin yang sulit diungkapkan dengan kata-kata biasa, sehingga puisi menjadi media yang paling tepat. Dalam pandangannya, puisi ini adalah usaha Sofyan untuk mengungkapkan pengalaman batinnya dalam mencari dan memahami keindahan Tuhan.

Ia juga menyinggung konsep “kesombongan spiritual,” di mana seorang sufi sejati tidak ingin menonjolkan dirinya sebagai sufi. Jika seorang sufi mengumbar kesuciannya, hal itu justru bertentangan dengan ajaran hikam. Menurut Bang Khoir, puisi-puisi Sofyan mengekspresikan ketidakmampuan manusia sepenuhnya dalam memahami keindahan Tuhan. Puisi Khalwat adalah refleksi atas kebingungan manusia yang tulus, yang sering kali diungkapkan dalam bait-bait sederhana namun mendalam.

Bang Khoir mengutip bait yang terkenal dalam puisi Sofyan:

“Entahlah
Aku tidak mengerti
Aku hanya mencipta puisi
Untuk yang tak perlu aku tahu”

Ini menggambarkan bagaimana Sofyan merangkai kata untuk meresapi ketidakpastian spiritual yang sering dialami para pencari kebenaran.

Sofyan dan Penggunaan Re-Language

Riri Satria juga mengulas gaya bahasa Sofyan yang disebut re-language, yaitu teknik penggunaan bahasa dengan kontras yang memperdalam makna puisi. Contoh dari teknik ini adalah frase seperti “Maha Pemaksa yang Pengasih”, di mana Sofyan mengontraskan dua sifat Tuhan yang tampak bertentangan, namun sebenarnya saling melengkapi dalam perenungan spiritual.

“Di langit yang semakin gelap, bintang akan terlihat semakin terang,” ujar Riri, mengandaikan bagaimana kontras ini memperjelas makna. Melalui gaya re-language inilah, Sofyan mengajak pembacanya memahami realitas yang lebih dalam, melampaui pengertian harfiah.

Riri juga menekankan bahwa Sofyan adalah penyair yang mengikuti jejak para filsuf masa lalu. Gaya tulisannya yang penuh renungan dan perenungan memberi kedalaman tersendiri pada karyanya, membedakannya dari penyair lain yang lebih ekspresif seperti WS Rendra.

Sebagai seorang penulis dan pengamat sastra, saya, Rissa Churria, merasakan Khalwat sebagai ruang bagi pembaca untuk tidak hanya merenungi perjalanan hidup dan spiritualitas, tetapi juga untuk mencari jawaban dari kebingungan dan kegelisahan batin. Puisi-puisi dalam Khalwat adalah bentuk pencarian yang jujur, yang sering kali membawa kita kepada pertanyaan-pertanyaan yang belum tentu menemukan jawaban pasti.

Saya melihat Khalwat sebagai wujud kesederhanaan yang penuh makna, di mana Sofyan RH Zaid berhasil menghadirkan kedalaman melalui kata-kata yang sederhana. Di tengah dunia yang semakin sibuk dan bising, puisi ini seperti jeda yang memberikan kita ruang untuk bernapas dan merenung.

Sebagai pembaca, saya merasakan bahwa Khalwat adalah undangan untuk masuk ke dalam ruang sunyi, di mana kita bisa berdialog dengan diri sendiri, merasakan kehadiran Tuhan, dan menyadari betapa kecilnya kita di hadapan Pencipta Tuhan Yang Maha Esa dan semesta.

Sofyan RH Zaid tidak hanya sekadar menulis puisi, tetapi juga menciptakan pengalaman spiritual bagi setiap pembacanya. Ini adalah salah satu alasan mengapa Khalwat memiliki daya gugah yang begitu kuat dan relevan dengan situasi dunia saat ini, di mana banyak orang merasa kehilangan arah dan tujuan.

Saya percaya bahwa Khalwat tidak hanya berbicara kepada para pecinta sastra, tetapi juga kepada mereka yang ingin mencari makna kehidupan di tengah arus modernisasi yang tak terbendung.

“Khalwat” sebagai Perenungan Mendalam

Khalwat memiliki daya gugah yang tinggi, mengundang pembaca untuk merenungi hidup dan spiritualitas dengan cara yang tidak biasa. Buku ini adalah cerminan perjalanan batin seorang penyair yang tulus dan mendalam, dan layak dibaca tidak hanya oleh para pecinta sastra, tetapi juga oleh mereka yang mencari pencerahan spiritual.

Sofyan RH Zaid, melalui karya ini, menunjukkan bahwa puisi masih memiliki kekuatan besar dalam dunia modern. Khalwat tidak hanya sekadar buku puisi, tetapi juga sarana untuk menemukan makna kehidupan yang lebih dalam, serta menjaga nilai-nilai luhur yang sering terlupakan di tengah hiruk-pikuk kehidupan digital.

Dengan terpilihnya Khalwat sebagai salah satu dari lima buku puisi terbaik di Festival Sastra Internasional Gunung Bintan 2024, Sofyan RH Zaid tidak hanya membuktikan kepiawaiannya dalam menulis, tetapi juga menegaskan bahwa puisi memiliki peran penting sebagai penjaga peradaban manusia. (Rissa Churria)

Bekasi, 9 September 2024


Rissa Churria adalah pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis kemanusiaan, pemerhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), pengelola Rumah Baca Ceria (RBC) di Bekasi, anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI), saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, sudah menerbitkan 7 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku antologi kontempelasi, serta lebih dari 100 antologi bersama dengan para penyair lainnya, baik Indonesia maupun mancanegara. Rissa Churria adalah anggota tim digital dan siber di bawah pimpinan Riri Satria, di mana tugasnya menganalisis aspek kebudayaan dan kemanusiaan dari dunia digital dan siber.

 

RELATED POSTS
FOLLOW US