BANDUNG – Berdasarkan Data Bidang Statistik, sejak Januari hingga Mei 2024, ada 94 kejadian bencana banjir yang terjadi di Jawa Barat.
Peristiwa itu terjadi di 25 kota kecuali di Kabupaten Pangandaran dan Kota Banjar.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat Ika Mardiah menyebutkan, kejadian banjir terbanyak terjadi di Kabupaten Bandung dengan 10 kejadian, Kabupaten Bogor 9 kejadian, Kabupaten Sukabumi 8 kejadian, dan Kota Sukabumi 7 kejadian.
“Lalu Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Majalengka lima kejadian,” ucap Ika pada acara Statistika Webinar Series #3 Tahun 2024 dengan tema “Mengenal Lebih Dekat Mitigasi Bancana di Jawa Barat” di Kota Bandung, Kamis (2/5/2024).
Banjir merugikan banyak pihak, bahkan menjadi penyebab kerusakan struktural pada infrastruktur publik, seperti jalan, jembatan, sistem drainase serta kerusakan pada tanaman, perabot luar ruangan, atau pun kendaraan yang terendam.
“Banjir menyebabkan kerusakan struktural di 21 kabupaten kota. Empat daerah yang mengalami kejadian banjir tanpa mengalami kerusakan struktural, yakni Kabupaten Subang, Indramayu, Tasikmalaya, dan Kota Bogor,” tutur Ika.
Pemukiman warga juga rusak. Dari pencatatan statistik, sebanyak 70 rumah mengalami rusak ringan, 15 rumah rusak sedang, dan 141 rumah rusak berat.
“Ada 137.153 jiwa terdampak, empat jiwa meninggal dunia,” ucapnya.
Cuaca Ekstrem
Karena kondisi alamnya, Jawa Barat kerap mengalami cuaca ekstrem. Sejak awal tahun hingga 1 Mei 2024, terjadi 202 peristiwa di 23 kabupaten/kota.
Kondisi cuaca ekstrem tertinggi ada di Kabupaten Bogor dengan 69 kejadian, Kabupaten Sukabumi 21 kejadian, dan Kota Bogor 20 kejadian. Kemudian Kabupaten Ciamis 15 kejadian, Kabupaten Bandung 12 kejadian, dan Kabupaten Bandung Barat serta Kabupaten Kuningan 10 kejadian.
Empat daerah tidak mengalami cuaca ekstrem, yakni Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kota Cimahi
“Cuaca ekstrem menyebabkan kerusakan struktural pada 22 kabupaten/kota. Terjadi cuaca ekstrem di Kabupaten Cianjur namun tidak mengalami kerusakan structural,” imbuh Ika.
Akibat cuaca ekstrem sebanyak 995 rumah mengalami rusak ringan, 557 rumah rusak sedang, dan 352 rumah rusak berat. Selain itu, 6.015 jiwa terdampak, lima diantaranya meninggal dunia, 20 sarana pendidikan, 55 bangunan lainnya dan 54 fasilitas umum. .
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jabar Rachmat Prasetya menuturkan, salah satu faktor yang mempengaruhi iklim di Jabar, yaitu anomali permukaan laut di Pasifik yang menjadi penyebab terjadinya El Nino dan La Nina.
Sementara itu Direktorat Jendral Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Diana Kusumastuti menyatakan bahwa bencana banjir yang terjadi akibat intensitas curah hujan tinggi dapat membawa limbah dan kotoran sehingga perlu pengelolaan dan penanganan air limbah dengan baik.
“Karena sebagian air yang ada di sungai sebagai bahan baku untuk kita konsumsi untuk air minum,” kata Diana.
Analis Kebencanaan Muda Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar Edwin Zulkarnain mengimbau masyarakat tetap waspada kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologis baik banjir, tanah longsor maupun kekeringan.
“Dari 14 ancaman bencana yang terjadi di Jabar, hidrometeorologis merupakan yang terbesar mengakibatkan bencana di sebagian besar wilayah Jawa Barat,” kata Edwin.(srs)