Minggu, 12 Januari 2025, pengajian ibu-ibu Masjid Annur, Bekasi, kembali melaksanakan tradisi tahunan mereka dengan ziarah ke berbagai makam ulama dan wali yang memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Nusantara.
Tahun ini, dipimpin oleh Abi Dadang Jalaluddin sebagai guru pengajar dan pembimbing, mereka memilih makam Panjalu ; Prabu Haryang Kancana dan Syekh Abdul Iman ( Prabu Borosngora) dan makam Syekh Ja’far Shodiq di Garut sebagai tujuan perjalanan spiritual.
Perjalanan ini bukan hanya sebagai napak tilas sejarah, tetapi juga sebagai sarana memperkuat keimanan dan mengambil hikmah dari kehidupan para pendakwah Islam terdahulu.
Sejarah Syekh Ja’far Shodiq
Setelah berziarah ke makam Panjalu ; Prabu Haryang Kancana dan Syekh Abdul Iman (Prabu Borosngora), perjalanan dilanjutkan berziarah ke makam Syekh Ja’far Shodiq. Syekh Ja’far Shodiq adalah salah satu ulama besar yang dikenal sebagai penyebar Islam di tanah Sunda. Beliau hidup pada abad ke-17 Masehi, saat Islam mulai berkembang pesat di Pulau Jawa. Syekh Ja’far Shodiq berasal dari garis keturunan ulama terkemuka yang memiliki pengaruh besar dalam menyebarkan ajaran Islam dengan damai dan hikmah.
Syekh Ja’far Shodiq, juga dikenal sebagai Syekh Haruman, dipercaya memiliki hubungan langsung dengan kawasan Gunung Haruman. Banyak cerita lisan yang menyebutkan bahwa Syekh Ja’far Shodiq adalah ulama besar yang makamnya berada di dekat Gunung Haruman, sehingga beliau juga dijuluki “Syekh Haruman.”
Di Garut, beliau dikenal sebagai tokoh yang menyebarkan Islam dengan pendekatan yang lemah lembut, menghargai tradisi lokal, dan memadukannya dengan nilai-nilai Islam. Pendekatan ini membuat ajaran Islam diterima dengan baik oleh masyarakat. Makam Syekh Ja’far Shodiq yang terletak di wilayah Garut kini menjadi salah satu tempat ziarah spiritual yang ramai dikunjungi umat Islam dari berbagai daerah.
Makna Ziarah Spiritual ke Makam Syekh Ja’far Shodiq
Ziarah ke makam para ulama dan wali seperti Syekh Ja’far Shodiq bukan hanya bentuk penghormatan, tetapi juga cara untuk merenungi perjalanan dakwah mereka. Abi Dadang Jalaluddin menjelaskan bahwa ziarah ini adalah salah satu upaya untuk mengingat bahwa Islam di Nusantara berkembang melalui pendekatan yang damai, berakhlak mulia, dan menghormati tradisi setempat.
“Perjalanan ini bukan sekadar napak tilas sejarah, tetapi juga cara kita menghidupkan kembali semangat dakwah yang penuh kasih dan kebijaksanaan seperti yang dicontohkan oleh Syekh Ja’far Shodiq,” ujar Abi Dadang Jalaluddin dalam tausiyahnya.
Rangkaian Perjalanan Spiritual
Perjalanan dimulai dengan doa bersama sebelum keberangkatan. Setibanya di Garut, rombongan langsung menuju makam Panjalu ; Prabu Haryang Kancana dan Syekh Abdul Iman ( Prabu Borosngora) kemudian lanjut ke makam Syekh Ja’far Shodiq. Di sana, mereka melaksanakan tahlil, dzikir, dan doa bersama yang dipimpin oleh Abi Dadang Jalaluddin.
Dalam tausiyahnya di area makam, Abi Dadang Jalaluddin mengajak para peserta untuk mengambil hikmah dari perjuangan Syekh Ja’far Shodiq. Beliau menekankan pentingnya berdakwah dengan kelembutan hati, menghormati perbedaan, dan menjunjung tinggi akhlak mulia.
Setelah berziarah, rombongan melanjutkan perjalanan untuk menikmati keindahan alam Garut yang terkenal dengan udaranya yang sejuk. Mereka juga mengunjungi beberapa tempat lain yang memiliki nilai sejarah dan keagamaan.
Hikmah dari Perjalanan Ziarah
Ziarah ke makam Syekh Ja’far Shodiq memberikan pelajaran berharga tentang semangat dakwah yang penuh hikmah dan toleransi. Dalam kehidupan modern yang serba cepat ini, perjalanan spiritual seperti ini menjadi pengingat akan pentingnya melestarikan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh para ulama terdahulu.
Abi Dadang Jalaluddin juga mengingatkan bahwa perjalanan spiritual ini adalah bentuk introspeksi diri untuk menjadi Muslim yang lebih baik. “Kita diajarkan untuk tidak hanya mengenang, tetapi juga mengamalkan ajaran yang ditinggalkan para ulama seperti Syekh Ja’far Shodiq,” tambahnya.
Melestarikan Tradisi Ziarah dan Sejarah Islam
Tradisi ziarah yang dilakukan oleh pengajian ibu-ibu Masjid Annur setiap tahun ini merupakan bentuk pelestarian sejarah Islam di Nusantara. Dengan mengunjungi makam-makam para ulama, mereka menjaga agar generasi mendatang tetap mengenal dan menghormati perjuangan para pendakwah Islam terdahulu.
Selain itu, tradisi ini juga menjadi momentum untuk mempererat silaturahmi antaranggota pengajian. Perjalanan bersama ini tidak hanya memperkuat hubungan antarindividu, tetapi juga menyatukan semangat untuk terus menjaga ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Ziarah ke makam Syekh Ja’far Shodiq dan Panjalu di Garut ini meninggalkan kesan mendalam bagi seluruh peserta. Melalui perjalanan ini, mereka tidak hanya mendapatkan pelajaran sejarah, tetapi juga memperkuat hubungan spiritual dengan Allah SWT. Tradisi ini menjadi pengingat bahwa Islam adalah agama yang disebarkan dengan cinta dan akhlak mulia, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Syekh Ja’far Shodiq dan para ulama lainnya.(Rissa Churria)
Rissa Churria adalah pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis kemanusiaan, pemerhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), pengelola Rumah Baca Ceria (RBC) di Bekasi, anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI), saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, sudah menerbitkan 10 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku antologi kontempelasi, 1 buku Pedoman Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa, 1 buku Esai, serta lebih dari 100 antologi bersama dengan para penyair lainnya, baik Indonesia maupun mancanegara. Rissa Churria adalah anggota tim digital dan siber di bawah pimpinan Riri Satria, di mana tugasnya menganalisis aspek kebudayaan dan kemanusiaan dari dunia digital dan siber.