Mereka Berjuang Melawan Penyakit Tidak Menular

Posted by : wartajab Mei 23, 2025

Di mana ada M. Dewi Astuti, di situ pasti ada Iis Maryati. Mereka ibarat pasangan ganda.  Tentu mereka bukan kompak di lapangan turnamen, namun di pos pelayanan terpadu (posyandu), khususnya di pos pembinaan terpadu (posbindu), di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.

Cicadas adalah salah satu desa dari 10 desa di Kecamatan Gunung Putri, yang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi.

Dewi Astuti (59) adalah Ketua Posyandu Cicadas dan Iis Maryati (40) adalah sekretarisnya. Keduanya sejak tahun 2022 juga tercatat sebagai Kader Kesehatan Pemantau Penyakit Tidak Menular (PTM). Selain Dewi Astuti dan Iis Maryati, di Desa Cicadas ada tiga lagi Kader Kesehatan Pemantau PTM.

Sebulan sekali baik Dewi Astuti dan Iis Maryati aktif di posyandu (sekaligus Posbindu) di desanya. Sejak pagi mereka sudah menyiapkan segala kebutuhan pemeriksaan kesehatan rutin tersebut. Mereka membantu Titin Nurhayatin, AM. Kep., petugas nakes dari Puskesmas Gunung Putri. Dewi dan Iis bertindak sebagai tenaga admistrasi.

Dewi Astuti dan Iis Maryati ibu rumah tangga biasa saja. Tidak pernah mengenyam pendidikan formal kesehatan. Dasarnya memang senang kegiatan kemasyarakatan, mulai dari majelis taklim di kampungnya, pengurus PKK desa, hingga menjadi relawan kesehatan. Dan sejak 2022 tugasnya bertambah lagi, yaitu Kader Kesehatan Pemantau PTM.

Meski tidak dibayar, alias relawan murni, riang saja keduanya melaksanakan tanggung jawab itu.

“Apa ya… memang karena sudah panggilan jiwa. Bukan semata-mata uang. Kalau semua diukur dengan uang akan sulit,” kata Dewi Astuti ketika ditemui di Puskesmas Gunung Putri, Senin, 19 Mei 2025.

Berkat Dewi Astuti dan Iis Maryati tugas Titin Nurhayatin di posyandu menjadi ringan. “Ibu Dewi dan Bu Iis Maryati sangat membantu pekerjaan kami. Mereka benar-benar relawan. Itu sebabnya kadang saya tidak enak kalau memerintah-merintah beliau,” kata Titin Nurhayatin.

***

Dewi Astuti dan Iis Maryati adalah dua dari 423 kader kesehatan di Kecamatan Gunung Putri. Dari 423 kader kesehatan tersebut, 50 orang adalah Kader Kesehatan Pemantau PTM, termasuk Dewi Astuti dan Iis Maryati. Setiap satu desa terdapat lima Kader Pemantau PTM, sementara di Kecamatan Gunung Putri terdapat 10 desa. Mereka sudah dibekali 25 keterampilan kader dari puskesmas setempat.

Dewi Astuti, Iis Maryati, dan 48 kader PTM  lainnya memiliki peran dalam deteksi dini dan pengendalian PTM.

Di Kabupaten Bogor yang terdiri atas 416 desa dan 19 kelurahan itu terdapat sekitar 27.000 kader kesehatan. Jumlah posyandu 5.152. Berarti di Kabupaten Bogor terdapat 2.175 orang Kader Kesehatan Pemantau PTM yang tersebar di 416 desa dan 19 kelurahan.

Dr Rohjayanti, Ketua Tim Pencegahan dan Pengandalian Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, mengatakan, Kader Kesehatan Pemantau PTM adalah mitra pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, untuk melakukan deteksi dini PTM.

Dari kiri ke kanan: Dewi Astuti, Titin Nurhayatin, Iis Maryati.

 

“Masyarakat yang peduli masalah kesehatan di wilayahnya kami jadikan mitra kesehatan. Atau teman-teman kami di puskesmas bermitra dengan teman-teman kader, termasuk kegiatan PTM,” kata Rohjayanti, Selasa, 20 Mei 2025.

Para kader tersebut dibekali 25 keterampilan di puskesmas, sebagai salah satu bentuk peningkatan kapasitas kader dan dilakukan secara bertahap.

“Tugas para kader mendata sasaran, penggerakan masalah dan penyuluhan. Sedangkan untuk tindakan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, misalnya pengambilan darah dan lain sebagainya,” kata Rohjayanti.

Rincian peran kader kesehatan pemantau PTM yaitu deteksi dini, yaitu melakukan pengukuran faktor risiko seperti berat badan, tinggi badan, tekanan darah, gula darah, dan lingkar perut; memberikan informasi tentang PTM, faktor risiko, pencegahan, dan pengobatan; memberikan bimbingan dan dukungan kepada individu yang memiliki faktor risiko atau PTM untuk mengubah perilaku hidup sehat (konseling).

Sebagai langkah tindak lanjut, Kader Kesehatan Pemantau PTM membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang tepat, termasuk rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi jika diperlukan; Kader PTM melakukan pemantauan secara berkelanjutan pada pasien yang berisiko PTM untuk memastikan mereka tetap sehat dan mendapatkan perawatan yang tepat (pemantauan).

***

PTM tidak bisa dipandang enteng. Data Kementerian Kesehatan RI menyebutkan, pada tingkat global 63 persen penyebab kematian di dunia adalah PTM. Per tahun sebanyak 36 juta jiwa meninggal karena disebabkan PTM, 80 persen terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah.

Penyakit tidak menular adalah penyakit kronis dengan durasi yang panjang dengan proses penyembuhan atau pengendalian kondisi klinisnya umumnya lambat.

PTM di antaranya diabetes melitus (DM), kanker, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), asma, gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan, obesitas, gagal ginjal, osteoporosis, penyakit alzheimer, katarak, penyakit Parkinson, penyakit autoimun dan gangguan kejiwaan.

Sementara di Indonesia hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 dan 2013 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan PTM secara bermakna, di antaranya prevalensi penyakit stroke meningkat dari 8,3 per mil pada 2007 menjadi 12,1 per mil pada 2013. Lebih lanjut diketahui bahwa 61 persen dari total kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, kanker, diabetes dan PPOK.

Saat ini PTM tertinggi di Kabupaten Bogor pertama diduduki hipertensi, kedua diabet melitus.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi PTM. Di antaranya pada tahun 1917 diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Tahun 2015-2019.

Di tingkat komunitas telah diinisiasi pembentukan pos pembinaan terpadu (posbindu) yang melekat pada pos pelayanan terpadu (posyandu). Posbindu ini, untuk menghindarkan PTM pada masyarakat,  dilakukan deteksi dini faktor risiko, penyuluhan dan kegiatan bersama komunitas untuk menuju perilaku hidup bersih dan sehat. Pada tingkat pelayanan kesehatan juga telah dilakukan penguatan dari puskesmas selaku kontak pertama masyarakat ke sistem kesehatan.

Lalu penguatan pelayanan kesehatan PTM di puskesmas melalui penerapan Pandu PTM di  2.057 puskesmas pada 298 kabupaten/kota di 34 provinsi. Upaya ini diperkuat dengan pelatihan tenaga kesehatan, dalam bidang manajemen dan bidang teknis, di antaranya peningkatan upaya deteksi dini PTM.

Berbagai upaya penyuluhan dan sosialisasi pencegahan PTM terus dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, salah satunya melalui sosialisasi CERDIK.

CERDIK merupakan akronim dari: “C” = cek kesehatan secara berkala; “E” = enyahkan asap rokok; “R” = rajin aktivitas fisik; “D” = diet sehat dengan kalori seimbang; “I” = istirahat yang cukup; “K” = kelola stress.

Dikatakan Rohjayanti, selain sosialisasi CERDIK, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor juga turun ke lapangan mengedukasi masyarakat supaya rajin melakukan skrening kesehatan.

“Kami selalu edukasi ke masyarakat supaya menskrening, hari Senin sampai Sabtu (kecuali Jumat). Skrening gula darah umur 15 tahun ke atas, hipertensi, penyakit gula dan hipertensi harus diperiksa trigliserid dan kalau kolesterolnya tinggi harus segera diobati supaya tidak stroke, terus hipertensi dan diabet melitus (DM) harus pemeriksaan EKG (elektrokardiogram), wanita yang sudah menikah usia 20 sampai 50 tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk kanker serviknya,” kata Rohjayanti.

“Bidan desa atau perawat ketika memeriksa PTM di lapangan ditemukan masyarakat yang hipertensinya tinggi diberi catatan dan langsung ke puskesmas lalu nakes menangani. Mereka kami edukasi lagi untuk kontrol berikutnya. Diharapkan perawatan hipertensi berkelanjutan. Jangan sampai komplikasi misalnya sampai stroke,” kata dr. Novita Ridha A., M.KM., Plt Kepala Puskesmas Gunung Putri.

Juga dilakukan kunjungan ke rumah pasien. “Pola makannya seperti apa. Minum obatnya rutin-tidak? Bukan hanya periksa saja, namun juga memantau gaya hidupnya. Bagaimana makan di rumahnya kami harus tahu, lalu bagaimaa mengedukasi keluarganya,” ujarnya.

Puskesmas tidak bisa bekerja sendiri, karena program PTM lintas program dan lintas sektor. Kerjasama PTM dengan perawat kesehatan masyarakat, salah satunya adalah kunjungan rumah, untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Program tersebut dinamakan “Ketuk Pintu Buka Hati.”

“Kami juga meminta tolong kecamatan, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, mengajak penderita PTM untuk datang ke puskemas melakukan pengecekan kesehatan gratis. Mereka yang sudah sadar tanya kapan kontrol atau skrining lagi,” kata Novita Ridha. Namun banyak juga yang mengabaikan.

Lalu bagaimanan dengan PTM gangguan kejiwaan? Di setiap Posbindu sasaran disuruh mengisi lembar isian SSQ (Social Support Questionnaire). Bila ditemukan masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan maka disarankan segera datang ke poli jiwa puskesmas.

Di Puskesmas Gunung Putri terdapat poli jiwa yang buka konseling setiap Rabu. Saat ini sekitar 100 ODGJ yang berada dalam pemantauan nakes Puskesmas Gunung Putri. Dari jumlah itu kebanyakan dialami ibu hamil dan remaja putus cinta. Kalau mereka sudah akut oleh Puskesmas Gunung Putri dikirim ke Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi (RSJMM) di Kota Bogor.

***

Sebagai Kader Kesehatan Pemantau PTM Dewi dan Iis tidak sekadar melakukan kampanye pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini, namun juga mengantar penderita PTM ke puskesmas.

Tidak aneh kalau melihat dua wanita ini membonceng penderita PTM ke puskesmas dengan sepeda motornya. Umumnya mereka penderita usia lanjut yang tidak bisa berobat sendiri ke puskesmas, atau tinggal bersama anaknya namun sang anak tidak bisa mengantar karena sibuk bekerja.

“Sudah biasa kami mengantar (penderita PTM) ke puskesmas naik sepeda motor. Mereka kebanyakan para lansia yang tidak bisa pergi sendirian ke puskesmas,” kata Dewi Astuti.

Ditanya apakah mereka juga mendapat imbalan dari penderita yang diantar tersebut, sambil tertawa keduanya serempak menjawab, “Kebanyakan pakai uang sendiri untuk beli bensin.”

Tidak sedikit Dewi Astuti dan Iis harus merayu penderita PTM untuk berobat ke puskesmas. Atau melakukan pemeriksaan lanjutan.

Penderita yang diantar rewel dan cerewet sudah kerap ditemui Dewi Astuti dan Iis. Para lansia ini kerap tidak sabar ketika harus antre di puskesmas. “Mereka tidak sabaran kalau sedang antre. Menghadapi lansia yang cerewet seperti ini kita harus sabar,” kata Iis.

Sikap yang tidak ramah dari penderita PTM juga dialami tenaga kesahatan dari puskesmas. Pengalaman ini dialami oleh Titin Nurhayatin.

“Pertama kali ditemukan (PTM) disuruh ke puskesmas untu kontrol. Kecuali orang yang lumpuh atau tidak bisa jalan kita ada kunjungan rumah. Kita sudah sampai datangi mereka. Sudah didatangi tapi mereka tidak welcome,” kata Titin Nurhayatin.

Demikian pula dengan penderita obesitas. Sudah disarankan konsultasi gizi di poli gizi Puskesmas Gunung Putri, Senin dan Kamis, tapi ditunggu-tunggu tidak datang. “Maunya kita mengedukasi gizi yang baik, tapi kita tunggu tidak datang,” ujar Titin Nurhayatin.(budi)

 

 

 

 

 

 

RELATED POSTS
FOLLOW US