
DEPOK – Komunitas inklusif Bakul Budaya FIB UI (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia) menjadi tuan rumah bagi kehadiran Rianto (43), salah seorang maestro tari Indonesia berkelas internasional. Atas undangan Bakul Budaya, kepada mereka yang hadir di Pelataran FIB, Kampus UI Depok, Jawa Barat, Sabtu, 17 Mei 2025, pukul 08.30-12.00 WIB, ia membagi ilmu dan pengalamannya di bidang tari, khususnya Tari Lengger Banyumasan, yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah.
Rianto, yang berdomisili di Tokyo, Jepang, mengatakan bahwa baru kali ini ia datang ke kampus UI Depok.
“Saya pernah punya empat murid tari yang belajar Bahasa Jepang di UI. Tapi, selama ini, saya belum pernah ke UI. Ini yang pertama kali buat saya,” tutur penari, koreografer, dan pengajar tari itu ketika baru tiba di pelataran FIB UI.
Rianto kali ini berada di Tanah Air untuk kembali melakukan sejumlah kegiatan di bidang tari.
Kegiatan bersama Rianto di Pelataran FIB UI diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” tiga stanza, berdoa, dan ucapan sambutan dari Ketua Umum Bakul Budaya FIB UI, Dewi Fajar Marhaeni.
“Kami, Bakul Budaya, bersyukur dan berbahagia Mas Rianto, yang merupakan maestro Tari Lengger Banyumasan, bersedia membagi ilmu dan pengalaman kepada kami. Ini anugerah bagi kami. Apa yang selama ini kami inginkan, akhirnya terwujud secara dadakan, di tengah kepadatan jadwal Mas Rianto,” tutur Dewi.

“Menghadirkan Mas Rianto dengan Tari Lengger Banyumasan, sesuai dengan misi Bakul Budaya, yaitu Melestarikan Budaya dan Merajut Kebhinnekaan,” tuturnya lagi.
Setelah itu, dipandu oleh Wiwik, Ina, dan Endang dari Bakul Budaya, Rianto bersama para peserta melakukan pemanasan dengan membawakan Senam Keluhuran Nuswantara. Senam yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut dicipta oleh Anter Asmorotedjo (koreografinya) dan Pardiman Djoyonegoro (musiknya).
Kemudian, selama kira-kira satu setengah jam, Rianto mengajarkan Tari Lengger Sekar Melati untuk puluhan anggota Bakul Budaya. Tari tersebut merupakan salah satu jenis Tari Lengger Banyumasan, yang berakar pada budaya bertani masyarakat Banyumas dan ditarikan baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Tari Lengger Sekar Melati terdiri dari tujuh bagian. Gerakannya beragam dan dalam tempo cepat. Rekaman musik khas Banyumas mengiringi gerakan itu.
“Tarian ini aslinya panjang. Tapi, untuk mengajar seperti sekarang ini, saya pakai yang versi lima menit,” ucapnya.
Rianto mengajar dengan bumbu humor yang menyegatkan. Misalnya, untuk mengiringi setiap gerakan geol, ia meminta para peserta menyuarakan bersama seruan khas Bakul Budaya, “Gak Geol Gak Gaul.”
Rianto merasa gembira atas apa yang dilihatnya dalam kegiatannya mengajar untuk para anggota Bakul Budaya.
“Kakak-kakak dan Dedek-dedek (sebutan akrab untuk para anggota Bakul Budaya) bisa menangkap dengan baik apa yang saya ajarkan,” ujarnya.
Sekar Melati untuk Sembuhkan Dunia
Tari Lengger Sekar Melati dicipta oleh Rianto pada masa pandemi Covid-19.
“Waktu pandemi, para penari enggak bisa menari sama sekali. Pandemi di mana-mana, di seluruh dunia. Saya, sebagai lengger, dengan tubuh saya ini, merasa harus bisa berbuat sesuatu, menyembuhkan dunia dengan tubuh saya. Dalam filosofi lengger, tubuh kita merupakan penghubung Bumi dengan Langit. Dengan tubuh kita, kita bersyukur, berdoa. Maka, saya mencipta Lengger Sekar Melati,” terangnya.
“Waktu pandemi, jamu-jamuan, empon-empon, yaitu jahe dan sebagainya, dibutuhkan untuk penyembuhan. Tapi, masa saya kasih judul Lengger Jahe?” lanjutnya dalam canda.
Sekar Melati diambil dari Penembahan Melati, yaitu kegiatan ritual tradisional para lengger, dalam arti penari Lengger Banyumasan, untuk memperoleh indang atau kekuatan spritual dari leluhur.
“Baru sesudah kira-kira 20 tahun, pada 2016, saya merasakan akhirnya indang ada dalam tubuh saya,” ceritanya.
Bakul Budaya Bagai Berlian Metropolitan
Kegiatan bersama Rianto diakhiri dengan berfoto bersama lalu ngariung ala Bakul Budaya. Ketika ngariung, Rianto membagi ilmunya mengenai sejarah dan makna Tari Lengger Banyumasan serta pengalamannya sebagai seniman Tari Lengger Banyumasan, sambil menikmati hidangan bawaan para anggota Bakul Budaya.
Dalam kesempatan tersebut ia mengungkapkan pula kesannya mengenai kebersamaannya dengan Bakul Budaya.
“Saya bangga, terharu,” akunya. “Bakul Budaya bagai bongkahan berlian di tengah Metropolitan. Bakul Budaya mau nguri-uri (melestarikan) budaya,” sambungnya.
“Apalagi, Kakak-kakak dan Dedek Bakul Budaya berasal dari bermacam-macam budaya. Ini penting. Berarti banyak tubuh dari beragam budaya untuk pengembangan kebudayaan Nusantara,” tekannya.
Menanggapi Rianto, Emma Wuryandari, satu dari dua pengajar tari Bakul Budaya, mengatakan, “Untuk melestarikan budaya, dengan hadirnya Mas Rianto, Bakul Budaya berharap.bisa berperan aktif memperkenalkan lengger dan mengajak ber-lengger di area Depok dan sekitarnya.”
Sebagai penutup, Rianto mengucapkan terima kasih dan mengajak masyarakat Indonesia di seluruh Tanah Air, termasuk para warga Banyumas dan pihak Bakul Budaya, untuk ikut melestarikan budaya lokal Indonesia, tak terkecuali budaya Banyumasan.
“Ayo kita belajar Tari Lengger Banyumasan, juga di Bakul Budaya, karena tari ini memiliki filosofi yang sangat tinggi dan kita bisa nguri-uri budaya Banyumasan dan budaya lokal Indonesia, serta menyatukan segala budaya lokal Indonesia,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan apresiasinya bagi Bakul Budaya.
“Terima kasih sudah memfasilitasi untuk mengekspresikan Tari Lengger Banyumasan, dalam waktu yang singkat tapi semua happy, semua senang,” ujarnya.
“Semoga Bakul Budaya jaya, bisa terus melestarikan budaya dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi,” ucapnya pula.
Sekilas tentang Rianto
Rianto lahir dalam keluarga sederhana di Desa Kaliori, Kabupaten Banyumas, pada 7 September 1981. Belajar menari sejak kecil, ia mendapat dukungan dari orangtuanya. Ia memilih tari klasik Jawa dan tari rakyat Jawa. Ia pun berhasil mengenyam tingkat pendidikan tinggi di Institut Seni (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, berkat dorongan dari seorang guru yang mengajarnya semasa ia di Sekolah Menengah Kejuruan.
Selepas kuliah, Rianto menikah dengan Miray Kawashima. Bersama Miray, ia tinggal di Tokyo dan memiliki sanggar tari Dewandaru Dance Company. Di sanggar tersebut, pasangan itu mengajar tari. Miray memang penari dan pengajar tari klasik Jawa. Ia pernah tiga tahun berkuliah di ISI Surakarta.
Di kampung halamannya, Rianto juga memiliki komunitas dan tempat belajar lengger bernama Rianto Dance Studio dan Rumah Lengger.
Dalam berkarya, Rianto memilih Tari Lengger Banyumasan. Di dalam dan luar Indonesia, ia terkenal sebagai penari, koreografer, dan pengajar Tari Lengger Banyumasan. Ia mengulik bukan dari sisi bentuk tari dan teknik menarinya saja, melainkan juga dari sisi mendalami sejarahnya dan menghayati filosofinya.
Menurut Rianto, merujuk ke “Serat Centhini,” (abad ke-17), Tari Lengger sudah ada sejak berabad-abad lalu.
Di dunia internasional, Rianto telah menyuguhkan Tari Lengger Banyumasan di mana-mana. Pementasan tari kontemporer ciptaannya yang berjudul “Medium” juga sudah disajikannya di berbagai tempat di dalam dan luar Indonesia.
Perjalanan hidup Rianto pun menginspirasi sineas kawakan Tanah Air tingkat internasional, Garin Nugroho, untuk membuat film “Kucumbu Tubuh Indahmu.” Ia sekaligus menjadi pemeran utamanya. Film tersebut dirilis pada 2019.(bud)