Penulis: Rissa Churria
Isra Mi’raj bukan sekadar kisah perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan naik ke Sidratul Muntaha. Di balik peristiwa luar biasa ini, tersimpan pelajaran mendalam tentang hubungan manusia dengan Tuhan, pencarian makna hidup, dan perjalanan spiritual yang mengubah jiwa. Jika dipahami lebih dalam, Isra Mi’raj menawarkan wawasan tentang hakikat diri dan tujuan keberadaan kita.
Isra: Kegelapan yang Mengantarkan ke Cahaya
Isra terjadi pada malam hari, waktu yang identik dengan kegelapan. Ini bukan kebetulan. Kegelapan melambangkan kondisi manusia yang sering terperangkap dalam kebingungan, keputusasaan, atau kehilangan arah. Kita, sebagai manusia, sering mengalami “malam” dalam hidup: saat ketika kita merasa jauh dari Tuhan, terasing dari makna hidup, atau kehilangan harapan.
Namun, Isra mengajarkan bahwa kegelapan bukanlah akhir. Justru dari kegelapan itulah cahaya mulai muncul. Perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa melambangkan transformasi dari keterbatasan duniawi menuju pencerahan spiritual. Masjidil Haram mewakili keterikatan kita pada hal-hal material dan Masjidil Aqsa melambangkan spiritualitas yang lebih tinggi.
Artinya, setiap manusia, dalam perjalanan hidupnya, harus siap meninggalkan kenyamanan duniawi untuk menemukan makna yang lebih dalam. Kegelapan adalah bagian dari proses, karena hanya melalui kesulitan dan ujian, jiwa dapat ditempa untuk naik ke tingkat kesadaran yang lebih tinggi.
Mi’raj: Kenaikan Menuju Kesempurnaan Spiritual
Mi’raj melambangkan perjalanan vertikal dari dunia fana menuju Tuhan. Rasulullah naik ke Sidratul Muntaha, tempat tertinggi yang hanya dapat dicapai oleh yang memiliki kesucian jiwa. Perjalanan ini bukan hanya fisik, tetapi juga simbolis: menggambarkan bagaimana manusia, melalui iman dan ibadah, bisa mendekatkan diri kepada Allah.
Namun, kenaikan ini tidak terjadi secara instan. Rasulullah melalui tujuh langit, bertemu para nabi, dan menerima pelajaran di setiap tingkatan. Ini mengajarkan kita bahwa perjalanan spiritual adalah proses bertahap. Setiap tingkatan langit mewakili pencapaian tertentu dalam kesadaran manusia:
1. Meninggalkan hawa nafsu.
2. Membersihkan hati dari kesombongan.
3. Meningkatkan cinta kepada Allah.
4. Mengutamakan kebenaran di atas segalanya.
5. Memahami kebijaksanaan di balik setiap ujian.
6. Menerima ketentuan Allah dengan kerelaan.
7. Menyadari bahwa tujuan akhir adalah Allah semata.
Pada puncak Sidratul Muntaha, Rasulullah menerima perintah shalat. Ini adalah inti dari Mi’raj: bahwa hubungan manusia dengan Tuhan tidak hanya dicapai melalui perjalanan besar, tetapi juga melalui ritual kecil yang dilakukan secara konsisten. Shalat adalah cara manusia “naik” kepada Allah setiap hari, membangun hubungan yang mendalam, dan memperbarui janji kesetiaan kepada-Nya.
Pelajaran Universal dari Isra Mi’raj
Isra Mi’raj memiliki pesan universal yang relevan bagi kehidupan kita:
1. Dari Keterpurukan Menuju Harapan. Rasulullah mengalami Isra Mi’raj setelah Tahun Kesedihan, saat beliau kehilangan istri tercinta, Khadijah, dan paman yang selalu melindunginya, Abu Thalib. Isra Mi’raj adalah pengingat bahwa di balik kesedihan mendalam, ada rencana besar Allah yang membawa kita kepada harapan baru.
2. Kesadaran Bertingkat. Perjalanan melalui tujuh langit mengajarkan bahwa manusia tidak dilahirkan sempurna, tetapi memiliki potensi untuk terus bertumbuh dan mencapai kesadaran tertinggi. Ini membutuhkan kesabaran, pengorbanan, dan keteguhan.
3. Shalat Sebagai Mi’raj Harian. Shalat bukan sekadar ritual, tetapi sebuah perjalanan spiritual. Setiap takbir, sujud, dan doa adalah langkah-langkah kecil yang membawa kita lebih dekat kepada Allah, seperti Mi’raj kecil yang terus kita ulangi setiap hari.
Isra Mi’raj dalam Kehidupan Modern
Di era modern, Isra Mi’raj mengingatkan kita bahwa teknologi dan kemajuan material bukanlah tujuan akhir. Manusia sering sibuk mengejar duniawi, tetapi lupa bahwa keberhasilan sejati adalah kedekatan dengan Tuhan. Mi’raj mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari kepemilikan fisik, tetapi dari hubungan spiritual yang kuat.
Refleksi Pribadi:
Isra Mi’raj mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk mengalami perjalanan spiritualnya sendiri. Kita mungkin tidak akan naik ke langit secara harfiah, tetapi kita bisa “naik” dengan membersihkan hati, memperbaiki akhlak, dan meningkatkan ibadah.
Isra Mi’raj adalah pengingat bahwa kesulitan adalah bagian dari perjalanan, dan hanya mereka yang berani melangkah dalam kegelapan yang akan menemukan cahaya.
“Setiap langkah dalam hidup adalah perjalanan menuju Tuhan. Tak peduli seberapa gelap malamnya, cahaya ilahi selalu ada untuk mereka yang mencarinya.” (*)
BIODATA PENULIS: Rissa Churria adalah pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis kemanusiaan, pemerhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), pengelola Rumah Baca Ceria (RBC) di Bekasi, anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI), saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, sudah menerbitkan 7 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku antologi kontempelasi, serta lebih dari 100 antologi bersama dengan para penyair lainnya, baik Indonesia maupun mancanegara. Rissa Churria adalah anggota tim digital dan siber di bawah pimpinan Riri Satria, di mana tugasnya menganalisis aspek kebudayaan dan kemanusiaan dari dunia digital dan siber.