JAKARTA – Perempuan penyair Indonesia, Nunung Noor El Niel, meluncurkan buku kumpulan puisinya yang ke-7 berjudul Cermin Bayang-Bayang, Minggu 29 Sepember 2024, di Kafe Sastra, Balai Pustaka, Jakarta.
Buku ini merupakan kumpulan 90 puisi yang ditulis selama hampir dua tahun (2021-2023). Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM). Hadirin diperkirakan lebih dari 100 orang yang terdiri atas berbagai kalangan dan umumnya penulis atau penyair, serta para pencinta sastra.
Hadir dalan acara ini Riri Satria (Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia) dan Achmad Fachroji (Direkur Utama Balai Pustaka). Sedangkan pembicara diskusi pembahasan buku Rissa Churria (penyair, pendidik, penulis, pelukis, aktivis sastra dan kebudayaan), Sofyan RH Zaid (peyair, penulis, lulusan Filsafat Universitas Paramadina, Jakarta) dan moderator Rini Intama (penyair, penulis, aktivis sastra dan kebudayaan).
Nunung Noor El Niel saat ini tinggal di Denpasar, Bali. Nunung adalah salah seorang pendiri komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) dan saat ini aktif sebagai pengurus komunitas, serta aktif di komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP) di Denpasar, Bali.
Buku kumpulan puisi tunggal Nunung Noor El Niel Solitude (2012), Perempuan Gerhana (2013), Kisas (2014), Perempuan dan Tujuh Musim (2016), Betinanya Perempuan (2019), Sumur Umur (2021), Cermin Bayang-Bayang (2024).
Dikatakan Nunung, perjalanan menulis puisi dapat dibagi atas dua fase besar. Fase pertama pada buku pertama sampai kelima, banyak berisikan pemberontakan atau menentang apa yang dianggap tidak baik untuk masyarakat, terutama yang merendahkan kaum perempuan.
“Sedangkan pada fase kedua, pada buku keenam dan ketujuh, lebih banyak berkontemplasi diri dan menghadirkan Tuhan dan puisi, serta bahkan kehidupan sehari-hari. Jadi, saya pun mengalami perubahan dalam menyikapi kehidupan, walaupun tidak kehilangan daya kritis terhadap dinamika lingkungan,” kata Nunung.
Rissa Churria dalam bahasannya mengatakan, buku puisi Cermin Bayang-Bayang karya Nunung Noer El Niel adalah sebuah karya yang tidak hanya menampilkan kekuatan bahasa puitis, tetapi juga menyoroti perjalanan batin seorang perempuan melalui refleksi diri yang mendalam.
“Dengan kumpulan 90 puisinya, Nunung berhasil menangkap berbagai dimensi kehidupan, mulai dari cinta, kerinduan, hingga perjuangan menghadapi realitas, yang dibingkai dalam konteks pengalaman perempuan. Menariknya, judul puisi-puisinya cenderung pendek, dengan rata-rata hanya satu kata. Dari 90 puisi, hanya 16 judul yang terdiri dari lebih dari satu kata, mencerminkan gaya khas yang unik,” kata Rissa.
Salah satu elemen yang menonjol dari Cermin Bayang-Bayang, kata Rissa, adalah proses kreatif Nunung yang sangat terhubung dengan pencarian diri dan penggalian pengalaman hidup yang intens. Nunung adalah seorang penyair yang sangat peka terhadap keadaan sekitarnya. Bahkan, ketika berbicara, ia sering kali langsung menciptakan puisi secara spontan jika pembicaraan mengarah pada kejadian tertentu.
“Jari-jarinya langsung menari di atas kertas, mencatat imaji-imaji yang muncul dari pikirannya. Seolah-olah pikiran, perasaan, dan kreativitas seninya langsung sinkron, melahirkan karya-karya indah yang tertuang dalam Cermin Bayang-Bayang,” katanya.
Proses kreatif Nunung kerap muncul dalam momen-momen keseharian, seperti saat bangun tidur, menyeruput kopi, bahkan sebelum tidur bahkan sebelum makan atau sesudah makan. Puisi-puisi ini, meskipun terlihat mengalir dengan sederhana, sarat dengan makna yang mendalam dan reflektif.
“Teori ekspresionisme, yang menekankan pentingnya ekspresi subjektif dalam karya seni, sangat relevan dengan gaya penulisan Nunung. Ekspresionisme menilai seni sebagai medium untuk menggali dan mengekspresikan realitas batin yang tidak selalu dapat dijelaskan oleh fakta-fakta objektif. Hal ini tercermin dalam puisi-puisi Nunung yang sering menampilkan emosi dan intuisi yang mendalam,” ujar penyair yang tinggal di Bekasi ini.
Nunung memiliki ciri khas eksploitasi diksi yang kuat, yang cenderung mengarah pada tema keperempuanan. Melalui puisi-puisinya, ia menggambarkan pengalaman batin perempuan dengan detail yang penuh emosi.
Keperempuanan dalam Cermin Bayang-Bayang bukan hanya soal cinta atau kerinduan, tetapi juga mengenai perjuangan dan ketidakpastian yang dihadapi perempuan dalam kehidupan. Nunung menggambarkan perempuan sebagai individu yang kuat, yang mampu berdamai dengan keadaan tanpa menghilangkan esensi kekuatan batin mereka.
Dalam acara ini puisi-puisi Nunung dibacakan oleh Ical Vrigar, Sapto Wardoyo, Sopandi Syarwan, Diana Prima Resmana, Emi Suy, Ririen Fina Richdayanti, Silvia Kusuma Dewi, Khairani Piliang. Sedangkan Rinidiyanti Ayahbi menggubah 3 puisi dari buku Nunung ini menjadi musik dan lagu.(bud)